A. LATAR
BELAKANG
Mengingat peranan obat yang sangat
penting ini, maka sejak permulaan abad ke – 20 timbul disiplin baru dalam ilmu
kedokteran yang dinamakan farmakologi ( farmakon = obat, logos
= ilmu ). Semula farmakologi mencakup semua ilmu yang berhubungan dengan obat
dengan definisi sebagai berikut : ilmu yang mempelajari sejarah, asal-usul
obat, sifat fisik dan kimiawi, cara mencampur dan membuat obat, efek terhadap
fungsi bokimiawi dan faal, cara kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi
dan ekresi, pengunaan dalam klinik dan efek toksiknya. Obat dalam arti luas
adalah zat kimia yang mempengaruhi proses hidup, sehingga farmakologi mencakup
ilmu pengetahuan ( explosion of knowledge ) dan keterbatasan kemampuan otak
manusia maka farmakologi dipecah menjadi berbagai disiplin yang mempunyai ruang
lingkup yang lebih terbatas.
Sistem kardiovaskuler adalah suatu
sistem yang sangat dinamik,yang harus mampu berdaptasi cepat terhadap perubahan
mendadak. Perubahan terkanan darah, kerja dan frekuensi jantung serta komponen
kardiovaskuler lain merupakan resultante dari berbagai faktor pengatur yang
bekerja secara serentak.
Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat
adanya interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Berbagai
penelitian telah menghubungkan antara berbagai faktor resiko terhadap timbulnya
hipertensi.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata prevalensi
(angka kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Dari berbagai
penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8-28,6%
penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN OBAT KARDIOVASKULER
Obat Sistem kardiovaskuler
merupakan kelompok obat yang mempengaruhi & memperbaiki sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah ) secara langsung ataupun tidak
langsung. Jantung dan pembuluh darah merupakan organ tubuh yang mengatur
peredaran darah sehingga kebutuhan makanan dan sisa metabolisme jaringan
dapat terangkut dengan baik. Jantung sebagai organ pemompa darah
sedangkan pembuluh darah sebagai penyalur darah ke jaringan. Pembuluh darah
dipengaruhi sistem saraf otonom melalui saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap
gangguan dalam sistem tersebut akan mengakibatkan kelainan pada sistem
kardiovaskuler.
B.
HIPERTENSI
1. Defenisi
hipertensi
Hipertensi didefenisikan suatu keadaan di mana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka
systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(sphygmomanometer).
Nilai
normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat
aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHG. Dalam aktivitas
sehari-hari, tekanan darah normalnya adalah dengan nilai angka kisaran stabil.
Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan
meningkat diwaktu beraktifitas atau berolahraga.
Bila
seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan dan
pengontrolan secara teratur, maka hal ini dapat membawa si penderita kedalam
kasus-kasus serius bahkan bisa menyebabkan kematian. Tekanan darah tinggi yang
terus menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja extra keras, akhirnya
kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal,
otak dan mata. Penyakit hypertensi ini merupakan penyebab umum terjadinya
stroke dan serangan jantung.
2. Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan
etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial dan hipertensi
sekunder:
a. Hipertensi esensial, atau hipertensi
primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang
jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial, penyebabnya
multifaktorial meliputi factor genetic dan lingkungan. Faktor genetic
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas
pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk factor lingkungan adalah antara lain diet, kebiasaan
merokok, obesitas dan lain-lain.
b. Hipertensi sekunder, meliputi 5-10%
kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat
penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat,
obat-obatan lain.
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC
VII.
|
||||
Klasifikasi
tekanan darah
|
Tekanan
darah sistolik (mmHg)
|
Tekanan
darah diastolik (mmHg)
|
||
Normal
|
>120
|
Dan
|
<
80
|
|
Prehipertensi
|
120
– 139
|
Atau
|
80-89
|
|
Hipertensi
tahap I
|
140
– 159
|
Atau
|
90-99
|
|
Hipertensi
tahap II
|
>
160
|
Atau
|
>100
|
|
3. Obat-obat Anti Hipertensi
a. Diuretik
Diuretik
bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume
darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan
tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretic juga menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akbat
penurunan natrium diruang interstinal dan di dalam sel otot polos pembuluh
darahyang selanjutnya menghambat influx kalsium.
Obat diuretic terbagi
menjadi beberapa golongan:
1)
Golongan
Tiazid, terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain
hidroklorotiazid, klorotiazid dan diuretic lian yang memiliki gugus
aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon). Obat golongan ini bekerja dengan
menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga
ekskresi Na+ dan Cl- meningkat
2)
Diuretik
kuat, diuretic kuat bekerja pada ansa henle Asenden bagian epitel tebal dengan
cara menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan
menghambat resorpsi air dan elektrolit, Mula kerjanya lebih cepat dan efek
diuretiknya lebih kuat dari pada golongan tiazid. Yang termasuk golongan
diuretic kuat antara lain furosemid, torasemid, bumetanid.
3)
Diuretik
hemat kalium, Amilorid, triamteren dan spironolakton merupakan diuretic lemah..
b.
Penghambat
Adrenergik
1)
Beta
Bloker, Berbagai
mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker dapat
dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain : (1) penurunan frekuensi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung;
(2) hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat
penurunan Angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf
simpatis, perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik
perifer dan peningkatan biosentesis prostasiklin. Contoh antihipertensi dari
golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol,
Pindolol, Acebutolol, Penbutolol, Labetalol.
2)
Alfa Bloker, Mekanisme kerjanya memblok reseptor
alfa adrenergik yang menghabisi katekolamin ada pada otot polosvaskuler perifer
yang memberikan efek vasodilatasi. D
c.
Vasodilator, Hidralazin dan
minoksidil menyebabkan relaksasi langsung otot polos arteriol.
d.
Inhibitor Angiotensin Converting
Enzym (ACE-Inhibitor), ACE membantu produksi angiotensin II (berperan dalam
regulasi tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan
ada pada beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada prinsipnya merupakan sel
endothelia.
e.
Penghambat Reseptor Angiotensin II
(ARB)
Angiotensin
II digenerasi oleh jalur rennin-angiotensin ( termasuk ACE) dan jalur
alternative yang digunakan untuk enzim lain seperti khimase. Inhibitor ACE
hanya menutup jalur rennin angiotensin, ARB menahan langsung reseptor
angiotensin tipe I (AT1), reseptor yang memperantarai efek
angiotensn II (vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik,
pelepasan hormone anti diuretic, dan konstriksi arteriol eferen glomerulus)
f.
Antagonis kalsium, obat ini
menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard.
Menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi.
4.
Kasus
Seorang pasien hipertensi datang
kembali ke dokter dengan keluhan dadanya terasa berdebar, setelah mengukur
tekanan darah (150/95 mmHg), puls lebih dari 150 kali per menit (normal 60-100
kali/menit), kadar kolestrol total lebih dari 250 mg/dl maka sebelum
melanjutkan pemeriksaan selanjutnya maka dokter menulis resep:
R/ Verapamil tab No. XII
S.b.dd.
tab 1
Pro:
Veramilpa (45th )
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah, pasien menderita hipertensi tahap I, kadar kolesterol total tinggi
(normal < 200mg/dL) . Oleh dokter diresepkan Verapamil, yaitu obat
hipertensi golongan Penyekat kanal kalsium/ CCB bekerja dengan
menghambat gerakan pemasukan kalsium dengan cara terikat pada kanal kalsium
tipe L dijantung dan otot polos vaskular beristirahat mendilatasi arteriol
sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah. CCB tidak mempunyai efek samping
metabolik terhadap lipid. Verapamil memiliki efek kronotropik negatif sehingga
tidak menimbulkan takikardia. Verapamil memiliki watu paruh 4,5-12 jam,
diekskresikan melalui urin dan tinja. Dosis verapamil untuk hipertensi 3-4 dd
80 mg, maksimal 720 mg sehari, sediaan tab 40 mg.Untuk mengatasi hiperlipidemia
pasien dapat diberikan obat penurun kolesterol seperti Lovastatin, dosis
dimulai dari 20 mg/hari
Seorang pasien hipertensi datang
kembali ke dokternya dengan keluhan sukar buang air besar, sakit kepala, sering
kehilangan keseimbangan badan dan mudah lelah. setelah mengukur tekanan darah
kemudian dokter membaca kembali rekam medik pasien lalu menulis resep :
R/ Kaptopril tab No.XII
S.2.dd.1
Pro: Gayus (30th)
Pasien menderita hipertensi dan
diberi resep kaptopril. Kaptopril merupakan obat hipertensin golongan Angiotensin
Converting Enzym Inhibitor (ACEI), Bekerja dengan menghambat enzim
yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Ginjal menyediakan kontrol
jangka panjang tekanan darah dengan mengubah volume darah. Jika terjadi
penurunan tekanan darah maka di bagian ginjal (sel jukstaglomerular) pada
makula densa ginjal akan melepaskan renin, yang akan dialirkan oleh darah di
bawa ke hati diubah menjadi angiotensin I oleh Angiotensin converting
Enzym (ACE) menjadi Angiotensin II dimana Angiotensin II akan
merangsang sekresi aldosteron di korteks renal, yang menyebabkan peningkatan
reabsorbsi Na dan peningkatan volume darah selanjutnya peningkatan
tekanan darah.
ACEI efektif untuk hipertensi
ringan, sedang maupun berat. Kaptopril diabsorpsi dengan baik pada pemberian
oral dengan bioavailabilitas 70-75% diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis untuk
sehari 25-100 mg, 2-3 kali sehari. Digunakan sediaan tablet 12,5 mg.
C. DIURETIKA
1.
Defenisi Diuretika
Diuretik
adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin
yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut
dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang
berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra
sel kembali menjadi normal (Ian tanu,2007)
Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis)
melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lain yang menstimulasi
diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam
definisi ini seperti zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin,
teofilin), memperbesar volume darah (dekstran) atau merintangi
sekresi hormon antidiuretik ADH (air, alkohol) (Tjay&Rahardja,2007).
2. Mekanisme Kerja Diuretika
Kebanyakan
bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat
kemih dan juga air diperbanyak.Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga
ditempat lain, yakni:
a)
Tubuli proksimal. Ultrafiltrat mengandung sejumlah
besar garam yang di sini direabsorpsi secera aktif untuk 70%, antara lain
ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena
reabsopsi belangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah
dan tetap isotonis terhap plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus proksimal
dengan merintangi rabsorpsi air dan natrium.
b)
Lengkungan Henle. Di bagian menaiknya ca 25% dari semua
ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif,
disusul dengan raborpsi pasif dari Na+ dan K+,
tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan
bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl- begitupula
reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+ diperbanyak.
c)
Tubuli distal. Dibagian pertmanya, Na+ dirabsorpsi
secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi lebi cair dan lebih hipotonis.
Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak
eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian
keduanya, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau
NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal
aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium bekerja di sini
dengan mengekskresi Na+ dan retensi K+.
d)
Saluran Pengumpul. Hormon antidiuretik (ADH) dan
hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari
sel-sel saluran ini (Tjay&Rahardja, 2007).
3.
Penggolongan diuretika
a)
Diuretika Lengkungan. Obat-obat ini
berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan dalam
keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek
curam, yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya
adalah furosemidayang
merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi.
Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending
dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal, mempengaruhi sistem
kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca.
Contoh obat paten: frusemide, lasix, impugan (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
b)
Derivat Thiazida. Efeknya lebih
lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan pada terapi pemeliharaan
hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar yaitu jika
dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak
bertambah. Contoh obatnya adalahhidroklorthiazida adalah
senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid.
Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika
lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan
pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih
kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15
jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah Lorinid,
Moduretik, Dytenzide (Tjay & Rahardja, 2007).
c)
Diuretika Penghemat Kalium. Efek
obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya
untuk menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K,
proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya
adalah spironolaktonyang
merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah.
Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberap hari setelah
pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak lemah
sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini
adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat mengurangi resiko
kematian sampai 30%. Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh
makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang
diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya
menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan
dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan
gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten: Aldacton, Letonal (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
d)
Diuretika Osomosis. Obat-obat ini
direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas. Efeknya
al diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit. Conto
obatnya adalah Mannitol dan Sorbitol.Mannitol adalah
alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya. Efek diuresisnya
pesat tetapi singkat an dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa
reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat dirintangi secara
osmotik. Terutama digunakan sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler
pada glaukoma. Contoh obat patennya adalah Manitol (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
e)
Perintang Karbonanhidrase. Zat ini
merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping
karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air.
Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka
perlu digunakan secara berselang-seling. Asetozolamid diturunkan darisulfanilamid. Efek diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim
karboanhidrase yang mengkatalis reaksi berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ +
HCO3+
Akibat
pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+ lagi
untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K,
bikarbonat, dan air. Obat ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi, bat
‘penyakit ketinggian’. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan
bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan
lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah Miamox (Tjay & Rahardja, 2007).
4.
Kasus
Seorang
pasien pria mengeluh karena lemas, gerakan lamban, dan terasa kurang nyaman di
payudaranya, setelah dilakukan anamnase, pengukuran tekanan darah dan denyut nadi,
kadar glukosa, kadar lemak. Kadar asam urat maka dokter menulis resep :
R/ Hidroklortiazid
caps No. XII
S.S.dd. caps 1
Ranitidin caps No.XII
S.b.dd.caps 1
Pro: Yusga Natambun 48th
Berdasarkan keluhan pasien
dan pengukran yang dilakukan oleh dokter maka dokter memberi resep Hct, yaitu
obat hipertensi (Diuretik) golongan Tiazid bekerja meningkatkan ekskresi
natrium, air, Cl, sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler sehingga
menyebabkan penurunan tekanan darah dan curah jantung. Dosis untuk Hct 12,5-25
mg sehari, dapat diberikan sediaan tab 25 mg 1x sehari. Dokter meresepkan pula
Ranitidin walaupun pasien tidak ada keluhan tukak lambung, tetapi untuk
menutupi efek samping dari obat Hct yaitu Hipomagnesemia, yang mengakibatkan
meningkatnya asam lambung. Ranitidin yaitu antagonis H2, menghambat sekresi
asam lambung.
D.
VASODILATOR
1.
Defenisi Vasodilator
Vasodilator berasal dari
bahasa latin yaitu vas = pembuluh, dillatatio = memperlebar atau
vasodilatansia didefenisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat memperlebar
pembuluh secara langsung. Zat-zat dengan khasiat vasodilatasi tak langsung
tidak termasuk defenisi ini, misalnya obat-obat hipertensi yang menimbulka
vasodilatasi melalui blockade saraf-saraf perifer, aktivasi sarafsaraf otak
atau mekanisme lainya seperti alfa-dan
beta-blockers, penghambat ACE dan antagonis-kalsium (Tjay & Rahardja,
2007).
Berdasarkan penggunaanya
dapat dibedakan menjadi tiga kelompok vasodilator, yaitu:
·
Obat-obat hipertensi : dihidralazin
dan minoksidil.
·
Vasodilator Koroner (obat angina pectoris) : nitrat dan nitrit
·
Vasodilator Perifer (Obat gangguan sirkulasi) : buflomedil, pentixifilin, turunan nikotinat
dan lain-lain.
2.
Gangguan Sirkulasi
Atherosclerosis (Pengapuran
pembuluh nadi) merupakan gangguan arteri yang paling sering terjadi, dimana
arteriole sedang dan besar menyempit (stenose) dan hilang kelenturannya.
Penyebabnya ialah terjadinya endapan dari antara lain lipida/kolesterol, kalsium,
polisakarida dan komponen darah (fibrin) pada dinding pembuluh, serta
terganggunya sirkulasi pada jantung, otak dan otot.
1.
Jantung, akibat ischema otot jantung menerima kurang oksigen dan
dapat terjadi penyakit angina pectoris.
Penyaluran darah yang terhalang itu dapat diperbaiki oleh vasi dilator koroner
dengan khasiat memperlebar arteri jantung.
2.
Otak, Dementia, disebut juga kepikunan, adalah gangguan sel-sel
otak akibat proses menua dangan gejala seperti kelemahan konsentrasi,
perlambatan fungsi intelek, gangguan-gangguan daya ingat (sering lupa) dan
kognitif, depresi dan sukar tidur. Gejala ini tak jarang menyertai proses menua
dan insedensinya meningkat antara usia 65 dan 80 tahun, dari kurang lebih 2%
sampai 25%. Lebih dari 50% dari kasus ini disebabkan leh penyakit Alzheimer. Bentuk prah dari
demensia ini diakibatkan oleh degenerasi sel-sel kulit otak besar dan bercirikn
antara lain kekacauan ingatan dan pikiran dengan perubahan kepribadian yang
berdampak terhadap kehidupan sosial.
3.
Otot, terhalangnya sirkulasi dan hypoxia otot tungkai akibat
stenose arteriole setempat dapat mengakibatkan antara lain jalan pincang
(claudicatio Intermittens). Fakor risiko bagi gangguan pembuluh perifer ini
adalah merokok, disbetes, kadar kolesterol tinggi dan hipertensi, yang juga
memperburuk keluhan yang sudah ada.
3.
Penggolongan
Vasodilator dapat digolongkan secara
kimiawi dan menurut titik-kerjanya, yaitu:
a. Alfa-blockers:
prazosin, buflomedil dan kodergokrin.
Zat-zat ini merintangi
reseptor alfa adrenegik dengan efek memperlemah daya vasokonstriksi
noradrenalin terhadap arteriole.
b. Beta-adrenergika:
isoxuprin
Zat ini menstimulasi
reseptor beta adrenergic di arteriole denga efek faso dilatasi di bronchia dan otot, tetapi terutama
dibagian yang tidak sakit.
c. Antagonis-ca:
nifedipin dan ninodipin, flunarizin dan sinarizin
Obat-obat ini memblok
saluran-Ca (calcium channels) di sel otot jantung dan otot polos pembuluh,
sehingga menghindarkan konstraksi dengan efek vasodilatasi di arteriole.
d. Derivat
nikotinat: nikotinilalkohol, xantinol- dan metilnikotinat.
Asm nikotinat dan
derivatnya terutama mendilatasi pembuluh kulit dimuka, leher dan otot lengan,
sedangkan penyaluran darah ke bagian bwah tubuh justru berkurang. Maka itu, zat
ini kurang berguna terhadap gangguan sirkulasi di betis atau kaki lebih efektif
pada vasospasme di kulit.
e. Obat
lainnya: iloprost, pentoksifilin, ekstrak Gingko biloba dan siklandelat.
4.
Efek samping
Semua vasodilator menimbulkan beberapa
efek samping yang bertalian dengan vasdilatasi, yakni:
a.
Turunnya tekanan darah (hipotensi)
dengan ousing dan nyeri kepala berdenyut-denyut.
b.
Tachycardia reflektoris (frekuensi
jantung naik akibat aksi balasan) dengan gejala debar jantung (palpitasi),
perasaan panas di muka (flushing) dan gatal-gatal.
c.
Gangguan lambung-usus, seperti mual dan
muntah-muntah. Guna mengurangi efek yang tak diinginkan ini vasodilator
sebaiknya diminum pada waktu atau sesudah makan.